06 Maret 2010

Mendongkrak Konsumsi Susu dengan Yoghurt

Mendongkrak Konsumsi Susu dengan Yoghurt

Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu. Zat gizi esensial merupakan zat gizi yang harus didatangkan dari makanan. Baik yang akan memberikan manfaat berupa pembentukan energi, pertumbuhan, pemeliharaan jaringan tubuh dan mengatur proses tubuh oleh kandungan yang ada di dalam bahan makanan seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral.1
Menurut Ditjen Peternakan (2004) bahwa konsumsi pangan hewani sebesar 86,9 gr/kapita/hari dari target 150 gr/kapita/hari, yang berasal dari komoditi peternakan sebesar 36,5 gr/kapita/hari (42 %). Hal ini memperlihatkan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih cukup rendah. Data konsumsi susu di Indonesia ternyata memperlihatkan kecenderungan yang sama, data yang dirilis produsen susu Tetra Park ternyata hanya 9 juta liter/kapita/tahun. Bandingkan dengan konsumsi susu negara Malaysia yang mencapai 25,4 liter/kapita/ tahun atau Vietnam yang mencapai 10,7 liter/ kapita/tahun. Data dari produsen Frisian Flag menyebutkan bahwa hanya 80 % anak Indonesia yang mengkonsumsi susu dan dari kenyataan tersebut hanya 10 % saja yang mengkonsumsi susu hingga usia 10 tahun.2 Padahal susu terutama susu sapi perah menjadi salah satu sumber protein hewani yang kandungan gizinya hampir sama dengan kualitas ASI.3 Mengkonsumsi susu sapi merupakan usaha yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi, sehingga dapat menunjang aktifitas kita sehari-hari.
Beberapa jenis olahan susu sapi yaitu : susu full krim, rendah lemak, skim, evaporasi, tinggi kalsium, UHT dan pasteurisasi. Salah satu jenis produk yang bisa dilirik keberadaannya yaitu Yoghurt.
Fermentasi susu menjadi yoghurt dilakukan dengan bantuan bakteri asam laktat yaitu Lactobacilus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. L. bulgaricus adalah bakteri gram positif berbentuk batang dan tidak membentuk endospora. Dalam susu, L. bulgaricus akan mengubah laktosa menjadi asam laktat. Bakteri ini bersifat termodurik dan homofermentatif, dengan suhu optimum untuk pertumbuhannya sekitar 45oC. Kondisi optimum untuk pertumbuhannya adalah sedikit asam atau sekitar pH 5,5. S. thermophilus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, sering pertumbuhannya berbentuk rantai. Bakteri ini dapat diklasifikasikan sebagai bakteri homofermentatif dan termodurik dengan pH optimum untuk pertumbuhannya sekitar 6,5.5
Yoghurt mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi daripada susu segar. Terutama karena meningkatnya total padatan sehingga kandungan zat-zat gizi lainnya juga meningkat. Selain itu, yoghurt sesuai bagi penderita lactose intolerance atau yang tidak toleran terhadap laktose.4
Enzim laktase berfungsi memecah gula susu (laktosa) terdapat di mukosa usus halus. Enzim tersebut bekerja memecah laktosa menjadi monosakarida yang siap untuk diserap oleh tubuh yaitu glukosa dan galaktosa.
Apabila ketersediaan laktase tidak mencukupi, laktosa yang terkandung dalam susu tidak akan mengalami proses pencernaan dan akan dipecah oleh bakteri di dalam usus halus. Proses fermentasi yang terjadi dapat menimbulkan gas yang menyebabkan kembung dan rasa sakit di perut. Sedangkan sebagian laktosa yang tidak dicerna akan tetap berada dalam saluran cerna dan tidak terjadi penyerapan air dari faeses sehingga penderita akan mengalami diare. Menurut the World Allergy Organization, reaksi sampingan non toksik terhadap makanan disebut hipersensitivitas, bukan alergi. Disebut alergi makanan jika mekanismenya melibatkan reaksi imunologi, yang dapat diketahui dengan pemeriksaan IgE. Adapun intoleransi makanan, merupakan hipersensitivitas non alergi terhadap makanan. Frekuensi kejadian intoleransi laktosa pada ras Kaukasia lebih sedikit/jarang dibandingkan pada orang Asia, Afrika, Timur Tengah, dan beberapa negara Mediterania, dan juga pada ras Aborigin Australia. Lima persen dari ras Kaukasia dan 75% dari yang bukan ras Kaukasia yang tinggal di Australia mengalami intoleransi laktosa.6



Walaupun terkenal tetapi yoghurt belumlah dapat di jangkau oleh semua lapisan masyarakat, bukan harga tinggi yang menjadi persoalan tapi karena proses pembuatan yoghurt yang dianggap rumit. Pemenuhan kebutuhan yoghurt dapat diusahakan pada skala rumah tangga, bahkan lebih jauh lagi pengelolaan yang baik dapat menjadikan ketrampilan yang ada menjadi peluang usaha yang cukup menjanjikan. Beberapa produk yoghurt yang ada di pasaran yaitu yoghurt susu sapi, susu kedelai, kecipir. Alat dan bahan yang dibutuhkan, bahan : susu ( sapi, kedelai, kecipir ) sebagai bahan baku yoghurt, gula pasir, susu skim, gelatin, lemon, starter. Alat : kompor, panci email, kayu pengaduk, gelas plastik, termometer. Tahapan dalam pembuatan yoghurt yaitu : perebusan, pendinginan, penginokulasian, dan pemeraman.7
Kini giliran kita untuk lebih memperhatikan kebutuhan gizi. Tidak hanya terpaku dengan bahan makanan yang sering dikonsumsi tatapi dapat juga menganekaragamkannya. Yoghurt merupakan hasil olahan susu yang diasamkan. Pengasaman ini membuatnya lebih mudah dicernakan. Porsi susu yang dianjurkan untuk anak-anak, ibu hamil dan menyusui sebanyak 1-2 gelas dalam satu hari. 1


Daftar Pustaka

1.Almatsier, Sunita. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2001.
2.Untoro, Rachmi, dr. MPH. Si Putih Bergizi Lebih. Mediakom: Volume XII: Juni 2008. Di dalam : http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/1038/24/j%20MediakomXII-6-08%20Hal22-23.pdf.
3.MB, Arisman. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003.
4.Wahyudi, Marman. Proses Pembuatan dan Analisis Mutu Yoghurt. Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 1, 2006 Di dalam : http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/bt111064.pdf
5.Helferich, W. And D, Westhoff. 1980. All About Yoghurt. Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jearsey.
6.Badan POM RI, InfoPOM. Vol. 9, No. 1, Januari 2008
7.Haryoto, Susu & Yoghurt Kecipir. Yogyakarta : Kanisius, 1996.

Tidak ada komentar: